Syekh Abdul Qadir Al-Jailani pada pembukaan Surah An-Nisa dalam Tafsir Al-Jailani mengatakan:
“Sungguh! Tidaklah tersembunyi bagi para Ahli Tauhid yang merenungi
bagaimana Keesaan Dzat dapat meluas menjangkau pelbagai lembaran entitas
yang bersifat mumkin (tidak mutlak), fana` (tidak kekal), dan berbatas,
bahwa al-Haqq jalla jalâluh wa 'amma nawâluh –sesuai dengan ketunggalan
Zat-Nya- selalu memanifestasi di setiap butir zarah yang ada di alam
terkecil sekali pun, berdasarkan isti’dad (kesiapan) dan potensi pada
alam untuk memansifestasikan semua sifat dan asma-Nya dalam kegaiban
huwiyah (identitas kedirian)-Nya.
Adapun manifestasi paling sempurna
yang menghimpun semua jejak asma dan sifat-sifat Ilahiah secara detail
tidak lain adalah Insan Kamil, Rasulullah SAW. Itulah sebabnya, Allah
telah menciptakannya sesuai dengan citra-Nya, mengangkatnya menjadi
khalifah di antara semua makhluk-Nya, memuliakannya di atas semua
ciptaan-Nya, serta menganugerahinya berbagai kebaikan makrifat dan
hakikat-Nya.
Zat Allah secara langsung mematangkannya, dan Dia
pula yang memelihara dengan mengirimkan rasul-rasul serta menurunkan
kitab-kitab suci-Nya agar darinya dapat termanifestasi segala
kesempurnaan yang telah tersemat di dalam dirinya, yang merupakan
manifestasi dari semua al-asmâ` al-husnâ dan ash-shifât al-ulyâ milik
Allah. Sehingga ia layak bersemayam di martabah khilafah (sebagai
khalifah Allah) dan niyabah (sebagai wakil Allah), serta menetap di
tataran tauhid.
Itulah sebabnya Allah menyeru hamba-hamba-Nya
sebagai nikmat bagi mereka agar mereka mau menerimanya, dan Allah
berwasiat kepada mereka untuk bertakwa agar mereka menjadikan takwa
sebagai pelindung dan lambang kehormatan.
Dengan nama Allah yang
telah menunjukkan kepada orang yang Dia tunjuk sebagai khalifah, semua
kesempurnaan-Nya sesuai dengan kekuasaan-Nya; Allah Maha Pengasih kepada
sang khalifah dengan menghamparkan tingkatannya dan mewariskan
martabah-nya; Allah Maha Penyayang kepadanya dengan memberinya petunjuk
tentang tempat asalnya dan juga tempat kembalinya.
Allah SWT
berfirman, “Wahai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan kalian yang
telah menciptakan kalian dari diri yang satu, dan Dia menciptakan
darinya isterinya; dan Dia memperkembang-biakkan dari keduanya laki-laki
dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan
nama-Nya kalian saling meminta, dan (peliharalah) hubungan kekeluargaan.
Sesungguhnya Allah selalu mengawasi kalian.” (QS An-Nisa: 1)
Wahai sekalian manusia, yang melupakan tempat asal yang sejati dan
tempat tinggal yang hakiki, disebabkan gemerlap dunia yang menghalangi
pencapaian kepadanya, kalian harus berhati-hati terhadap
godaan-godaannya, dan kalian harus menghindari khayalannya, agar kalian
tidak terjatuh dari martabah kalian yang sejati dan dari tempat kalian
yang hakiki.
Bertakwalah hindarilah (dunia) dan carilah perlindungan
kepada Tuhan kalian yang telah memelihara kalian dengan pemeliharaan
terbaik. Dia telah menciptakan kalian. Dialah yang pertama menampilkan
atau mengadakan (menciptakan) kalian dari diri yang satu, yaitu martabah
fa’al yang meliputi semua martabah al-kauniyah (kosmis) dan
al-kiyaniyah (entitas). "Diri yang Satu" ini tidak lain adalah
al-Marâtib al-Jâmi'ah al-Muhammadiyyah yang disebut dengan nama al-'Aql
al-Kulliy (Akal Universal) atau al-Qalam al-A'lâ (Pena Tertinggi), yang
menyempurnakan batin dan aspek kegaiban kalian.
Dia menciptakan
darinya melalui Perkawinan Simbolis (an-Nikâh al-Ma'nawiy) dan
Pernikahan Hakiki (az-Zawâj al-Haqîqiy) yang terjadi antara berbagai
sifat dan asma Ilahiah, isterinya, yaitu an-Nafs al-Kulliyyah (Jiwa
Universal) yang siap menerima limpahan berbagai jejak yang muncul dari
Awal yang Terpilih (al-Mabda` al-Mukhtâr) yang akan menggenapi aspek
lahiriah dan penampakan kalian, sehingga manusia layak menjadi khalifah
dan wakil Allah sesuai dengan lahir dan batin mereka;
Dan,
setelah keduanya menjadi pasangan "suami-istri", Allah juga
memperkembang-biakkan, menghamparkan dan menyebarkan dari keduanya juga
dari "pernikahan" yang disebutkan tadi laki-laki yang banyak. Maksudnya,
laki-laki berbagai fâ'il (subjek aktif) yang melimpahkan berbagai
limpahan. Dan, “perempuan” sebagai qâbil (penerima pasif) yang menerima
berbagai limpahan. Masing-masing dengan perbedaannya pada berbagai
detail munâsabah (saling bergantung, saling membutuhkan dan saling
mengasihi) yang muncul di antara tajaliyat al-hubbiyyah (tajalli cinta)
sebagaimana yang dijelaskan oleh kitab-kitab suci dan para rasul.
Ketika Allah sang Pemilik (rabb) berbagai asma yang bermacam ragamnya
sesuai dengan keragaman makhluk (marbûb) menyatakan dengan gamblang
tentang ketuhanan-Nya yang mencakup semua sifat dan asma tanpa kerancuan
sama sekali, untuk menegaskan perintah agar makhluk-Nya bertakwa, Dia
pun berfirman: “Dan bertakwalah kepada Allah”, ini dimaksudkan agar kita
berhati-hati dari segala yang dapat menyibukkan kita dari Allah
subhânahu wa ta'âlâ, sebab Dia lebih dekat dengan kalian dibandingkan
urat leher kalian sendiri.
Karena Dia yang kalian saling bertanya
dan saling bersaing dengan-Nya. Kalian sering menduga-duga bahwa Dia
jauh, disebabkan terlalu dekatnya Dia. Maka, peliharalah hubungan
kekeluargaan yang lahir dari Perkawinan Simbolis dan Pernikahan Cinta
sebagaimana yang telah dijelaskan-Nya. Sesungguhnya Allah yang Maha
Meliputi kalian dan semua keadaan kalian. Sesungguhnya Allah terhadap
kalian selalu mengawasi dan menjaga. Dia menjaga kalian dari segala yang
tidak berguna bagi kalian jika kalian bertawajuh kepada-Nya dengan
ikhlas.”
--Syekh Abdul Qadir Al-Jailani dalam Tafsir Al-Jailani, terj. Tim Markaz Al-Jailani.
Belum ada tanggapan untuk "TAKWA DAN HAKIKAT DIRI MENURUT SYEKH ABDUL QADIR AL-JAILANI"
Post a Comment