Menurut Imam Al-Ghazali, tawakal itu digunakan dalam tiga tempat:
1) Tawakal kepada keputusan Allah. Maksudnya, engkau harus memiliki
keyakinan penuh dan merasa puas dengan keputusan apa pun dari Allah.
Hukum Allah tak akan berubah, seperti yang tercantum dalam Al-Quran dan
hadis.
2) Tawakal kepada pertolongan Allah. Engkau harus bersandar
dan percaya penuh pada pertolongan Allah Azza wa Jalla. Jika engkau
menyandarkan diri pada pertolongan Allah dalam dakwah dan perjuangan
bagi agama Allah, maka Allah pasti akan menolongmu.
3) Tawakal
berkaitan dengan pembagian rezeki yang diberikan oleh Allah. Engkau
harus yakin bahwa Allah Azza wa Jalla akan mencukup nafkah dan keperluan
kita sehari-hari.
Rasulullah SAW bersabda, “JIka kalian
bertawakal kepada Allah dengan sebenar-benarnya tawakal kepada-Nya,
niscaya Dia akan memberimu rezeki sebagaimana Dia memberi rezeki kepada
burung. Burung itu keluar dari sarangnya di pagi hari dalam keadaan
perut yang kosong dan pulang di sore hari dalam keadaan perut terisi
penuh.” (HR Imam Ahmad, At-Tirmidzi, An-Nasa-i, Ibnu Majah, Ibnu Hibban
dan Al-Hakim)
Allah SWT berfirman, “Dan barangsiapa bertawakal
kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)-nya.” (QS
Ath-Thalaq: 3)
Imam Al-Ghazali mengatakan, “Rezeki itu ada empat
macam, yakni rezeki yang dijamin, rezeki yang dibagikan, rezeki yang
dimiliki, dan rezeki yang dijanjikan oleh Allah SWT.
Rezeki yang
dijamin merujuk kepada makanan dan segala apa yang menopang tubuh dan
jiwamu. Jenis rezeki seperti itu tak terkait dengan sumber-sumber
lainnya di dunia. Jaminan terhadap rezeki jenis ini datang dari Allah
Ta’ala. Maka, bertawakal terhadap rezeki jenis ini wajib berdasarkan
dalil aqli dan syar’i. Sebab, Allah telah membebankan kita untuk
mengabdi kepada-Nya dan mentaati-Nya dengan tubuh kita. Dia pasti telah
menjamin apa-apa yang menjadi sumber energi bagi sel-sel tubuh kita agar
kita dapat melaksanakan apa yang telah diperintahkan-Nya.
Rezeki
yang dibagi adalah apa yang telah dibagikan oleh Allah dan telah
tertulis di Lauwhun Mahfuzh secara detail. Masing-masing dibagikan
sesuai dengan kadar yang telah ditentukan dan waktu yang telah
ditetapkan, tidak lebih dan tidak kurang, tidak maju dan tidak mundur
dari apa yang tertulis itu.
Rasulullah SAW bersabda, “Rezeki itu
telah dibagikan dan kemudian telah diberikan semuanya. Tidaklah
ketakwaan seseorang dapat menambahkannya dan tidak pula kejahatan orang
yang berlaku jahat dapat menguranginya.”
Sedangkan rezeki yang
dimiliki adalah harta benda dunia yang dimiliki oleh manusia sesuai
dengan apa yang telah ditakdirkan oleh Allah untuk dia miliki. Dan ini
termasuk rezeki dari Allah. Allah berfirman, “Belanjakanlah (di jalan
Allah) sebagian dari rezeki yang telah Kami berikan kepadamu.” (QS
Al-Baqarah [2]: 254).
Adapun rezeki yang dijanjikan adalah segala
apa yang telah dijanjikan oleh Allah kepada hamba-hamba-Nya yang
bertakwa dengan syarat ketakwaan, sebagai rezeki yang halal, tanpa
didahului oleh usaha yang bersusah payah.
Sebagaimana firman
Allah SWT, “Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan
mengadakan bagianya jalan keluar. Dan memberinya rezeki dari arah yang
tiada disangka-sangka.” (QS Ath-Thalaq : 2-3)
Inilah beberapa jenis
rezeki dari Allah, dan wajib bagi kita untuk bersikap tawakal dengan
rezeki yang dijamin oleh-Nya. Maka, perhatikan hal ini dengan seksama.”
--Dikutip dari Kitab Minhajul ‘Abidin karya Imam Al-Ghazali
Artikel keren lainnya:
Belum ada tanggapan untuk "PEMBAGIAN REZEKI DAN RAHASIA TAWAKAL"
Post a Comment